Memahami Sastra Anak
dan Dunia Anak
Oleh: Istria Sandra
Dewi
A.
Tentang Sastra Anak
1. Pengertian Sastra Anak
a.
Sastra merupakan cabang dari seni, yaitu hasil cipta dan
ekspresi manusia yang estetis (indah). Seni sastra sama kedudukannya dengan
seni-seni lainnya, yang diciptakan untuk menyampaikan keindahan kepada
penikmatnya (pembaca). Namun demikian sekalipun tujuannya sama, dari aspek
media penyampai estetikanya, antara satu cabang seni dengan seni yang lain itu
berbeda. Seni sastra keindahannya disampaikan dengan media bahasa karena sastra
mewujudkan dirinya dengan bahasa, dan bahasa dalam perkembangannya juga
ditentukan oleh sastra, yaitu sastra melakukan eksplorasi kreativitas bahasa,
baik dalam kata, frasa, klausa, dan kalimat, yang tujuannya untuk mencapai
aspek nilai estetis.
Oleh karenanya, Werren dan
Wellek (1956) kemudian mendefinisikan sastra sebagai karya imajinatif yang
bermediakan bahasa dan mempunyai nilai estetika dominan.
Penjelaasan sastra ini adalah penafsiran
pengertian sastra secara ontologi, yaitu dengan melihat hakikat sastra sebagai
cabang seni sehingga kita bisa membedakan perbedaan seni sastra dengan
seni-seni yang lainnya.
Definisi
sastra juga banyak yang mengarah pada pengertian sastra ditinjau secara
etimologi, asal-muasal kata.
Menurut
Teeuw (1988: 22) kata “sastra” itu sepengertian dengan kata literature (bahasa
Inggris), yang berarti : “segala sesuatu yang tertulis”, yaitu pemakaian bahasa
dalam bentuk tertulis.
Sementara
itu, sebagai bahan bandingan, kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari
bahasa Sansekerta: akar katanya adalah “sas-”, dalam kata kerja turunan yang
berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk atau intruksi. Akhiran “-tra”,
biasanya menunjukkan pada alat atau sarana.
Dua
pengertian tersebut adalah pengertian sastra secara ontologi dan etimologis,
yang menjelaskan bahwa dua hal utama yang terdapat dalam sastra adalah nilai
dan keindahan, barangkali pada aspek nilai inilah yang kemudian disebut makna.
Sesungguhnya,
yang disebut dengan nilai atau makna dalam sastra, hakikatnya adalah substansi
yang dikemas dalam peristiwa-peristiwa yang digambarkan kehidupan pada karya
sastra, dan media yang digunakan untuk menggambarkan kehidupan dalam sastra
adalah bahasa.
Apa
yang disebut dengan sastra anak, tentunya mengacu kepada; kehidupan cerita yang
berkolerasi dengan dunia anak-anak (dunia yang dipahami anak) dan bahasa yang
digunakan sesuai dengan perkembangan intelektual dan emosional anak (bahasa
yang dipahami anak-anak).
Dengan
mendasarkan bahwa sastra adalah sebuah cerita tentang kehidupan, Lukens (2003)
mendefinisikan sastra (anak) adalah sebuah karya yang menawarkan dua hal utama:
kesenangan dan pemahaman.
Oleh
karena itu, agar anak bisa memahami makna atau nilai saat membaca karya sastra,
maka kita harus mengorelasikan pengetahuan anak dengan tiga kode yang terdapat
dalam karya sastra.
a. Kode
Bahasa
Bagaimanapun media sastra adalah
bahasa. Oleh karena itu, pertama yang harus diketahui anak adalah bahasanya.
Artinya, jika karya sastra itu berbahasa Indonesia, maka karya itu bisa dibaca
oleh anak yang tahu dan menguasai bahasa Indonesia. Tentunya, anak yang hanya
tahu dan menguasai bahasa Indonesia pasti tidak akan bisa membaca dan memahami
karya sastra anak yang berbahasa Jawa atau bahasa asing. Disinilah, pengetahuan
anak tentang bahasa menentukan pemahaman terhadap karya sastra yang media
penyampainya adalah bahasa.
b. Kode
Budaya.
Jika
kode bahasa sudah bisa dipahami, maka anak mendapat persoalan yang kedua, yaitu
menyangkut kode budaya. Kode budaya ini berhubungan dengan aspek kebudayaan
dalam kehidupan yang dihadirkan dalam cerita (sastra). Artinya, jika anak
sebagai pembaca dengan latar budaya Jawa dan Indonesia, maka anak akan mempunyai
kesulitan jika membaca karya sastra anak yang berlatar budaya asing.
Jadi,
dengan dapat memahami kode bahasa, maka anak pasti bisa memahami rangkaian
peristiwa yang terdapat dalam karya sastra yang dibacanya. Akan tetapi,
memahami peristiwa sebagai cerita tidak berarti bisa memahami nilai dan
maknanya, karena makna dan nilai sudah melibatkan aspek kebudayaan yang
dihadirkan dalam cerita.
c. Kode
Sastra
Yaitu
suatu sistem sastra yang bersifat cukup ruwet, dan sering bersifat hierark,
dengan banyak macam variasi (Teeuw, 1983:14). Akan tetapi, karena ini sastra
anak, maka kode sastranya sangat sederhana, didasarkan pada kemampuan
perkembangan pengetahuan dan pengalaman anak. Biasanya, kode sastra dalam karya
sastra anak masih berupa permainan irama bunyi dan kata.
2.
Genre Sastra Anak
Apa
yang disebut dengan genre ini mengacu kepada jenis, tipe, atau kelompok dalam
sastra berdasarkan pada bentuknya: ragam sastra (KKBI, 2003: 354). Selain
berdasarkan pada bentuk, pengelompokkan genre sastra ini juga didasarkan pada
bahasa dan isinya. Bentuk mengacu pada tipografi, sedangkan bahasa mengacu pada
gaya, yaitu gaya bahasa yang digunakan dalam sastra. Lukens (2003)
mendefinisikan genre sebagai suatu macam atau tipe kesastraan yang memiliki
seperangkat karateristik secara umum.
Dengan
demikian, munculnya genre dalam sastra anak ini terjadi karena sastra ini
jumlahnya sangat beragam secara karakteristik , sehinggan genre sastra anak
dengan sastra dewasa tentu saja berbeda.
a. Puisi Anak
Secara
tipografi, puisi anak ditulis dalam bentuk bait-bait, sedangkan bahasanya
sederhana, pendek, dengan penuh irama, dan isinya tentang satu pengalaman
tertentu yang dipadatkan, yaitu diceritakan dengan mengesampingkan unsur setiap
peristiwanya.
Subgenre
dari puisi anak ini adalah: puisi tradisional dan puisi modern.
Puisi
Anak Modern
KUPU-KUPU
Kupu-kupu yang lucu kemana engkau
terbang
Hilir mudik mencari bunga-bungan
yang kembang
Berayun-ayun pada tangkai yang besar
Tidakkah sayapmu merasa lelah
Kupu-kupu yang elok bolehkah saya
serta
Mencium bunga-bunga yang semerbak
baunya
Sambil berdendang semua kuhampiri
Bolehkan aku turut bersama pergi
Puisi
Anak Tradisional
PITIK
TUKUNG
Aku duwe pitik-pitik tukung
Saben dina tak pakani jagung
Petok gok petok petok ngendok pitu
Tak ngremake netes telu
Kabeh trondol trondol tanpa wulu
Mondol mondol dol gawe guyu
b.
Fiksi Anak
Fiksi
adalah prosa, yaitu karangan yang ditulis secara prosais, bentuk uraian dengan
kalimat relatif panjang dalam bentuk narasi. Di samping ada narasi, fiksi juga
menampilkan dialog yang ditampilkan secara bergantian. Dari segi isinya, fiksi
menampilkan cerita rakyat yang tidak menunjuk pada kebenaran faktual atau
sejarah (Nurgiyantoro, 2005: 3)
c. Komik
Anak
Komik
bukanlah genre dari sastra, karena media yang membahaskan komik adalah gambar.
Akan tetapi, komik dibahas karena perkembangan anak tidak bisa dilepaskan
dengan gambar.
Selain komik, juga ada
poster gambar dan karikatur yang merupakan gambar yang sejenis dengan komik.
Poster adalah gambar dalam satu halaman saja, tetapi lewat tanda-tanda yang
berupa gambar dan bahasanya, sudah mengisahkan sebuah peristiwa. Hampir sama
dengan komik, tetapi bedanya, pada komik isi dan alurnya dibentuk dari
gambar-gambar yang dijadikan satu, misalnya poster iklan dan majalah.
B.
Hubungan Perkembangan Anak dengan Sastra Anak
Anak
yang dimaksudkan dalam sastra anak adalah orang yang berusia 2 tahun sampai
sekitar 12-13 tahun, yaitu masa prasekolah dan berkelompok (Somantri, 2007:3).
Pada masa ini anak sudah masuk sekolah dan dalam masa remaja awal, yang bila
dipetakan dengan jenjang pendidikannya adalah TK, SD, dan SLTP awal.
Hubungan
antara kepribadian anak dengan lingkungannya dijelaskan dengan baik oleh Locke,
pengaruh lingkungan terhadap pembentukan kepribadian anak terjadi karena:
a. Proses Asosiasi, yaitu kesadaran bahwa dua gagasan dalam diri anak itu selalu akan muncul bersama-sama secara teratur, sehingga anak tidak dapat memikirkan yang satu tanpa serentak memikirkan yang lain.
b. Imitasi, yaitu preses belajar anak yang dilakukan dengan meniru.
c. Repetisi, yaitu tingkah laku yang dilakukan oleh anak yang terjadi karena dilakukan berkali-kali.
d. Reward and punishment (penghargaan dan penghukuman).
a. Proses Asosiasi, yaitu kesadaran bahwa dua gagasan dalam diri anak itu selalu akan muncul bersama-sama secara teratur, sehingga anak tidak dapat memikirkan yang satu tanpa serentak memikirkan yang lain.
b. Imitasi, yaitu preses belajar anak yang dilakukan dengan meniru.
c. Repetisi, yaitu tingkah laku yang dilakukan oleh anak yang terjadi karena dilakukan berkali-kali.
d. Reward and punishment (penghargaan dan penghukuman).
Bahasa
yang diperoleh anak juga berkembang sesuai dengan perkembanga usianya.
- Bahasa AwalSejak lahir, bayi tampaknya terserap ke dalam bahasa.
- Pengucapan Satu-KataPada usia sekitar satu tahun, bayi mulai memproduksi kata-kata tunggal.
- Pengucapan Dua-KataSekitar satu setengah tahun, anak-anak meletakkan dua kata bersama-sama, dan bahasa mereka menunjukkan struktur tertentu.
- Pengembangan GramatikaAntara usia dua sampai tiga tahun, anak biasanya meletakkan tiga atau lebih kata secara bersamaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar