Senin, 02 Februari 2015

ISTRIA SANDRA DEWI (Presentasi)

Memahami Sastra Anak dan Dunia Anak
Oleh: Istria Sandra Dewi

A.    Tentang Sastra Anak
1. Pengertian Sastra Anak

a.     Sastra merupakan cabang dari seni, yaitu hasil cipta dan ekspresi manusia yang estetis (indah). Seni sastra sama kedudukannya dengan seni-seni lainnya, yang diciptakan untuk menyampaikan keindahan kepada penikmatnya (pembaca). Namun demikian sekalipun tujuannya sama, dari aspek media penyampai estetikanya, antara satu cabang seni dengan seni yang lain itu berbeda. Seni sastra keindahannya disampaikan dengan media bahasa karena sastra mewujudkan dirinya dengan bahasa, dan bahasa dalam perkembangannya juga ditentukan oleh sastra, yaitu sastra melakukan eksplorasi kreativitas bahasa, baik dalam kata, frasa, klausa, dan kalimat, yang tujuannya untuk mencapai aspek nilai estetis.
Oleh karenanya, Werren dan Wellek (1956) kemudian mendefinisikan sastra sebagai karya imajinatif yang bermediakan bahasa dan mempunyai nilai estetika dominan.
Penjelaasan sastra ini adalah penafsiran pengertian sastra secara ontologi, yaitu dengan melihat hakikat sastra sebagai cabang seni sehingga kita bisa membedakan perbedaan seni sastra dengan seni-seni yang lainnya.

Definisi sastra juga banyak yang mengarah pada pengertian sastra ditinjau secara etimologi, asal-muasal kata.

Menurut Teeuw (1988: 22) kata “sastra” itu sepengertian dengan kata literature (bahasa Inggris), yang berarti : “segala sesuatu yang tertulis”, yaitu pemakaian bahasa dalam bentuk tertulis.

Sementara itu, sebagai bahan bandingan, kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta: akar katanya adalah “sas-”, dalam kata kerja turunan yang berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk atau intruksi. Akhiran “-tra”, biasanya menunjukkan pada alat atau sarana.

Dua pengertian tersebut adalah pengertian sastra secara ontologi dan etimologis, yang menjelaskan bahwa dua hal utama yang terdapat dalam sastra adalah nilai dan keindahan, barangkali pada aspek nilai inilah yang kemudian disebut makna.

Sesungguhnya, yang disebut dengan nilai atau makna dalam sastra, hakikatnya adalah substansi yang dikemas dalam peristiwa-peristiwa yang digambarkan kehidupan pada karya sastra, dan media yang digunakan untuk menggambarkan kehidupan dalam sastra adalah bahasa.

Apa yang disebut dengan sastra anak, tentunya mengacu kepada; kehidupan cerita yang berkolerasi dengan dunia anak-anak (dunia yang dipahami anak) dan bahasa yang digunakan sesuai dengan perkembangan intelektual dan emosional anak (bahasa yang dipahami anak-anak).

Dengan mendasarkan bahwa sastra adalah sebuah cerita tentang kehidupan, Lukens (2003) mendefinisikan sastra (anak) adalah sebuah karya yang menawarkan dua hal utama: kesenangan dan pemahaman.

Oleh karena itu, agar anak bisa memahami makna atau nilai saat membaca karya sastra, maka kita harus mengorelasikan pengetahuan anak dengan tiga kode yang terdapat dalam karya sastra.

a. Kode Bahasa
            Bagaimanapun media sastra adalah bahasa. Oleh karena itu, pertama yang harus diketahui anak adalah bahasanya. Artinya, jika karya sastra itu berbahasa Indonesia, maka karya itu bisa dibaca oleh anak yang tahu dan menguasai bahasa Indonesia. Tentunya, anak yang hanya tahu dan menguasai bahasa Indonesia pasti tidak akan bisa membaca dan memahami karya sastra anak yang berbahasa Jawa atau bahasa asing. Disinilah, pengetahuan anak tentang bahasa menentukan pemahaman terhadap karya sastra yang media penyampainya adalah bahasa.

b. Kode Budaya.
Jika kode bahasa sudah bisa dipahami, maka anak mendapat persoalan yang kedua, yaitu menyangkut kode budaya. Kode budaya ini berhubungan dengan aspek kebudayaan dalam kehidupan yang dihadirkan dalam cerita (sastra). Artinya, jika anak sebagai pembaca dengan latar budaya Jawa dan Indonesia, maka anak akan mempunyai kesulitan jika membaca karya sastra anak yang berlatar budaya asing.
Jadi, dengan dapat memahami kode bahasa, maka anak pasti bisa memahami rangkaian peristiwa yang terdapat dalam karya sastra yang dibacanya. Akan tetapi, memahami peristiwa sebagai cerita tidak berarti bisa memahami nilai dan maknanya, karena makna dan nilai sudah melibatkan aspek kebudayaan yang dihadirkan dalam cerita.

c. Kode Sastra
Yaitu suatu sistem sastra yang bersifat cukup ruwet, dan sering bersifat hierark, dengan banyak macam variasi (Teeuw, 1983:14). Akan tetapi, karena ini sastra anak, maka kode sastranya sangat sederhana, didasarkan pada kemampuan perkembangan pengetahuan dan pengalaman anak. Biasanya, kode sastra dalam karya sastra anak masih berupa permainan irama bunyi dan kata.

2. Genre Sastra Anak
  Apa yang disebut dengan genre ini mengacu kepada jenis, tipe, atau kelompok dalam sastra berdasarkan pada bentuknya: ragam sastra (KKBI, 2003: 354). Selain berdasarkan pada bentuk, pengelompokkan genre sastra ini juga didasarkan pada bahasa dan isinya. Bentuk mengacu pada tipografi, sedangkan bahasa mengacu pada gaya, yaitu gaya bahasa yang digunakan dalam sastra. Lukens (2003) mendefinisikan genre sebagai suatu macam atau tipe kesastraan yang memiliki seperangkat karateristik secara umum.
  Dengan demikian, munculnya genre dalam sastra anak ini terjadi karena sastra ini jumlahnya sangat beragam secara karakteristik , sehinggan genre sastra anak dengan sastra dewasa tentu saja berbeda.

            a. Puisi Anak
Secara tipografi, puisi anak ditulis dalam bentuk bait-bait, sedangkan bahasanya sederhana, pendek, dengan penuh irama, dan isinya tentang satu pengalaman tertentu yang dipadatkan, yaitu diceritakan dengan mengesampingkan unsur setiap peristiwanya.
Subgenre dari puisi anak ini adalah: puisi tradisional dan puisi modern.
Puisi Anak Modern
KUPU-KUPU
            Kupu-kupu yang lucu kemana engkau terbang
            Hilir mudik mencari bunga-bungan yang kembang
            Berayun-ayun pada tangkai yang besar
            Tidakkah sayapmu merasa lelah
            Kupu-kupu yang elok bolehkah saya serta
            Mencium bunga-bunga yang semerbak baunya
            Sambil berdendang semua kuhampiri
            Bolehkan aku turut bersama pergi
Puisi Anak Tradisional
PITIK TUKUNG
            Aku duwe pitik-pitik tukung
            Saben dina tak pakani jagung
            Petok gok petok petok ngendok pitu
            Tak ngremake netes telu
            Kabeh trondol trondol tanpa wulu
            Mondol mondol dol gawe guyu

b.    Fiksi Anak
Fiksi adalah prosa, yaitu karangan yang ditulis secara prosais, bentuk uraian dengan kalimat relatif panjang dalam bentuk narasi. Di samping ada narasi, fiksi juga menampilkan dialog yang ditampilkan secara bergantian. Dari segi isinya, fiksi menampilkan cerita rakyat yang tidak menunjuk pada kebenaran faktual atau sejarah (Nurgiyantoro, 2005: 3)
            
            c.     Komik Anak
Komik bukanlah genre dari sastra, karena media yang membahaskan komik adalah gambar. Akan tetapi, komik dibahas karena perkembangan anak tidak bisa dilepaskan dengan gambar.
                     
Selain komik, juga ada poster gambar dan karikatur yang merupakan gambar yang sejenis dengan komik. Poster adalah gambar dalam satu halaman saja, tetapi lewat tanda-tanda yang berupa gambar dan bahasanya, sudah mengisahkan sebuah peristiwa. Hampir sama dengan komik, tetapi bedanya, pada komik isi dan alurnya dibentuk dari gambar-gambar yang dijadikan satu, misalnya poster iklan dan majalah.

B. Hubungan Perkembangan Anak dengan Sastra Anak

  Anak yang dimaksudkan dalam sastra anak adalah orang yang berusia 2 tahun sampai sekitar 12-13 tahun, yaitu masa prasekolah dan berkelompok (Somantri, 2007:3). Pada masa ini anak sudah masuk sekolah dan dalam masa remaja awal, yang bila dipetakan dengan jenjang pendidikannya adalah TK, SD, dan SLTP awal.
  Hubungan antara kepribadian anak dengan lingkungannya dijelaskan dengan baik oleh Locke, pengaruh lingkungan terhadap pembentukan kepribadian anak terjadi karena:

a. Proses Asosiasi, yaitu kesadaran bahwa dua gagasan dalam diri anak itu selalu akan muncul bersama-sama secara teratur, sehingga anak tidak dapat memikirkan yang satu tanpa serentak memikirkan yang lain.

b. Imitasi, yaitu preses belajar anak yang dilakukan dengan meniru.
c. Repetisi, yaitu tingkah laku yang dilakukan oleh anak yang terjadi karena dilakukan berkali-kali.
d. Reward and punishment (penghargaan dan penghukuman).

Bahasa yang diperoleh anak juga berkembang sesuai dengan perkembanga usianya.
  1. Bahasa Awal
    Sejak lahir, bayi tampaknya terserap ke dalam bahasa.
  2. Pengucapan Satu-Kata
    Pada usia sekitar satu tahun, bayi mulai memproduksi kata-kata tunggal.
  3. Pengucapan Dua-Kata
    Sekitar satu setengah tahun, anak-anak meletakkan dua kata bersama-sama, dan bahasa mereka menunjukkan struktur tertentu.
  4. Pengembangan Gramatika
    Antara usia dua sampai tiga tahun, anak biasanya meletakkan tiga atau lebih kata secara bersamaan.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar