UPACARA
Namaku Muhammad Arwi Fachreza. Teman-teman biasa
memanggilku Arwi. Sekarang aku kelas 4 sekolah dasar. Aku sekolah di SD 05 Pagi
Jakarta. Aku tinggal bersama kedua orangtuaku dan Inu adikku yang masih kecil.
Setiap pagi, seperti biasa aku bangun subuh. Setelah shalat
aku segera bergegas membereskan tempat tidur dan kemudian mandi. Sehabis mandi
aku memakai baju seragam untuk sekolah. Kalau sudah rapi aku langsung pergi ke
meja makan untuk sarapan bersama Ayah, Ibu, dan Inu adikku yang sangat lucu.
Aku sangat bersemangat sekali kalau berangkat sekolah.
Aku sangat senang di sekolah mempunyai banyak teman. Temanku sangat baik dan
ramah, begitu pula dengan Ibu dan Bapak Guru.
Aku berangkat sekolah bersama Lusi, Imam, Esti dan Fauzi.
Kami berangkat menaiki sepeda. Kami berlima bertetanggan. Selain berangkat
sekolah bersama, kami juga sering belajar bersama.
¥
Pagi itu aku
berangkat ke sekolah bersama Lusi, Esti, Imam, dan Fauzi. Setelah sampai di
sekolah seperti biasa aku dan teman-teman belajar di dalam kelas. Pak Guru kali ini datang dengan cepat ke kelas kami. Tidak seperti
biasanya. Sepertinya beliau ingin menyampaikan suatu pesan kepada kami semua di
kelas.
“Sepertinya
Pak Guru ingin menyampaikan sesuatu deh”, Lusi yang berbicara kepada Esti yang
duduk bersebelahan dengannya.
“Ahhh paling
juga ingin memberi tugas seperti biasa”, jawab Esti.
“Sudah-sudah
kalian jangan bicara saja, berisik tau. Mendingan kita dengarkan saja Pak Guru
berbicara”, sahut Imam menengahkan pembicaraan.
Merekapun
terdiam, begitu juga teman-teman di kelas, mereka memperhatikan Pak Guru yang
sedang berbicara. “Anak-anak, Bapak ingin menyampaikan pesan dari Ibu Kepala
Sekolah, bahwa senin depan bagian kelas kalian yang mendapat tugas untuk
menjadi petugas upacara. Bapak harap kalian semua berpartisipasi dan
bekerjasama dalam tim”.
Fauzi
bertanya, “Kalau begitu yang menjadi pemimpin upacaranya siapa, Pak?”. Pak Guru
menjawab, “Pertanyaan yang bagus itu, Fauzi. Bapak akan memilih Arwi untuk
menjadi pemimpin upacara senin depan. Gimana Arwi kamu siap kan?”. Dengan
lantang dan percaya diri Arwi menjawab, “Tentu siap dong, Pak. “Bagus Arwi, kamu sangat berani. Oh
iya, Bapak hampir saja lupa. Nanti setelah pulang sekolah kalian jangan lupa
bilang pada orangtua masing-masing, mulai besok setiap pulang sekolah harus
latihan menjadi petugas upacara”. Teman-teman pun semua menjawab dengan
serempak, “Iya Paakkkkkkk”. Begitu banyak yang Pak Guru bicarakan hari ini.
Setelah pembicaran tentang petugas upacara, Pak Guru pun memulai pelajarannya.
¥
Seperti biasa
setiap malam aku belajar mengulang semua yang telah di pelajarkan hari ini oleh
Bapak dan Ibu Guru. Tidak lupa juga malam ini aku harus meminta izin kepada
Ayah dan Ibu untuk latihan besok di sekolah.
Aku berlari
dari kamar menuju ruang tamu untuk menemui Ayah. “Ayah, aku ingin minta izin.
Besok aku harus latihan menjadi petugas upacara untuk senin depan. Boleh kan,
Yah?”. Tanpa pikir panjang Ayah pun menjawab “Tentu boleh dong, Nak. Ayah
sangat setuju kalau kamu melakukan kegiatan positif di sekolah”. Arwi pun
sangat senang mendengar persetujuan dari Ayahnya. “Beneran, Yah. Jadi aku
diizinin nihhh? Makasihhh ya, Yah.” jawab Arwi gembira. “Memangnya kamu
mendapat bagian menjadi apa, Wi?”, tanya Ayah penasaran. “Aku bertugas menjadi
pemimpin upacara dong, Yah.” sahut Arwi dengan bangga. “Wah hebat sekali anak
Ayah”, jawab Ayah penuh kebanggaan pada anaknya.
¥
Keesokan
harinya, Aku, Imam, Esti, Fauzi dan Lusi seperti biasa berangkat ke sekolah
bersama. Kali ini kami jalan kaki, tidak menggunakan sepeda. Sepanjang perjalanan
kami berlima tiada hentinya membicarakan tentang tugas upacara yang di
perintahkan oleh Pak Guru kemarin.
“Aku tidak
ikut ah. Nyanyi Indonesia Raya saja aku belum begitu hafal, masih suka
terbolak-balik. Nanti aku malah ditertawakan oleh teman-teman”, keluh Fauzi.
Lusi mencoba
untuk meyakinkan Fauzi, “Fauzi kamu jangan menyerah seperti itu. Belum juga
dicoba masa sudah menyerah. Kan kita juga latihan dulu, pasti kamu bisa kok.
Arwi saja yang belum pernah menjadi pemimpin upacara tidak takut. Dia justru
berani”.
“Iya Fauzi
masa kamu tidak ikut sih? Kan Pak Guru bilang kita harus bekerjasama. Tentu
aku, Esti, Lusi dan Imam pasti akan membantu kamu”, ajak Arwi.
“Upacara
itu kan merupakan hal yang wajib dilakukan untuk kita sebagai warga negara Indonesia.
Masa sama upacara aja kamu takut. Harusnya kamu buktikan dong kalau kita ini
anak Indonesia yang selalu mengabdi pada negaranya”, ucap Esti.
“Iya deh iya aku ikut demi Bangsa dan Negara Indonesia.
Aku juga ingin membuktikan kalau aku anak Indonesia yang selalu mengabdi pada
negara”, jawab Fauzi penuh semangat.
Tak lama kami pun sampai di depan sekolah. karena
keasikan mengobrol di jalan, kami berlima hampir saja terlambat. Untung saja
gerbang sekolah belum ditutup. Kami pun berlarian menuju ke kelas.
¥
Siang ini aku
bersama teman-teman sekelas latihan menjadi petugas upacara untuk senin depan.
Aku sebagai pemimpin petugas upacara, Lusi sebagai petugas pembaca teks
pancasila, Imam bertugas membaca teks undang-undang dasar, Esti bertugas
membaca teks janji siswa, Fauzi lebih memilih untuk ikut paduan suara, dan
teman-teman yang lain dengan tugasnya masing-masing.
“Siap gerak,
seluruh barisan istirahat di tempat.... grak!”
dengan lantang aku mengatur seluruh barisan teman-teman. “Kepada sang
bendera merah putih, hormat..... grak!”, begitu juga dengan perintahan ku untuk
seluruh siswa memberi hormat. Sedangkan yang lain sibuk dengan tugasnya
masing-masing. Kami semua sangat bergiat dalam melakukan hal ini. Kami tidak
ingin kalah dengan kakak kelas yang sudah pandai dalam penugasan upacara ini.
Kami ingin menunjukkan, bahwa kami juga bisa seperti mereka.
Sudah sejam
lebih kami semua berlatih, dan kami pun memutuskan untuk beristirahat sejenak.
Saat di kantin aku, Esti, Imam, Lusi, dan Fauzi lagi-lagi membahas tentang
penugasan upacara. “Wi, mengapa ya dalam upacara kita harus hormat pada
bendera? Padahal kan itu hanya sebuah bendera, benda mati lagi.” tanya Fauzi
penasaran. “Ya bendera itu kan tanda bahwa negara kita ini sudah merdeka, dan
saat itu bendera merah putih dibuat oleh Ibu Fatmawati dengan susah payah waktu
negara kitta ini masih dijajah. Selain itu kita juga sama saja memberi hormat
kepada pahlawan-pahlawan yang telah gugur karena memperjuangkan negara kita ini
sampai merdeka”, sahut Arwi dengan percaya diri. “Benar tuh apa kata Arwi, kalau
kita harus menghormati dan menghargai semua jasa para pahlawan”, jawab Lusi.
“Ohhh, jadi seperti itu. Aku sekarang mengerti kenapa kita harus upacara setiap
hari senin. Kita itu dilatih untuk selalu menghargai para pahlawan ya?”, tanya
Fauzi lagi. Aku, Imam, Lusi, Esti dengan serempak menjawab pertanyaan Fauzi,
“Iyaaaaaaaaaaaa Fauzii, kamu benar sekali. Hahahah”.
Selama
seminggu ini kami selalu berlatih sampai lancar dalam berbicara di depan para
siswa dan harus membiasakann diri supaya kami tidak malu lagi saat nanti
upacara berlangsung.
¥
Hari ini
adalah hari senin. Hari yang kami tunggu-tunggu untuk menjadi petugas upacara.
Aku dan teman-teman sudah bersiap dari tadi di lapangan untuk memimpin upacara
hari ini. Dan upacara pun segera dimulai.
Dengan khidmat
seluruh siswa tertib dalam mengikuti upacara hari ini. Tanpa malu-malu kami pun
sebagai petugas upacara dengan lancar memimpin upacara hari ini.
Sampai pada
akhirnya sebelum upacara diselesaikan, Pak Guru mengajak kita semua untuk
berdoa, medoakan para pahlawan yang telah gugur demi kemerdekaan negara
Indonesia ini. “Baiklah anak-anak, sebelum kita selesaikan upacara hari ini,
tidak lupa kita semua harus mendoakan para pahlawan yang telah gugur. Berdoa
sesuai keyakinan masing-masing, dimulai!”.
Kami pun
dengan khusyuk mendoakan para pahlawan yang telah lebih dulu meninggalkan
negara ini. Setelah berdoa selesai, aku pun membubarkan teman-teman untuk
kembali ke dalam kelas. “Seluruh peserta upacara, tanpa penghormatan umum,
bubar jalan!”. Kami pun segera masuk ke dalam kelas. Dan bersyukur kepada Tuhan
Yang Maha Esa karena upacara hari ini telah dilancarkan dan dimudahkan.
Upacara
merupakan hal penting bagi bangsa Indonesia. Selain itu upaca juga salah satu
dari cara kita untuk menghormati para pahlawan yang telah gugur demi
kemerdekaan negara Indonesia ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar