Sabtu, 31 Januari 2015

VERSI UBAHAN

SITI RAHMAH
Tampe Ruma Sani

Alkisah pada zaman dulu, tinggallah seorang anak perempuan bernama Tampe Ruma Sani. Semua orang di kampungnya mengenal dia, sebab setiap hari ia menjajakan ikan hasil tangkapan ayahnya. Ibunya sudah meninggal. Di rumahnya ia tinggal bersama ayah dan adik laki-lakinya yang masih kecil. Ia memasak nasi untuk ayah dan adiknya. Kasihan Tampe Ruma Sani yang masih kecil itu harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga yang seharusnya dikerjakan oleh orang dewasa.
Pada suatu hari, seorang janda menyapa Tampe Rurna Sani, “Sudah habis ikanmu Nak? Tiap hari saya lihat ikanmu cepat habis, apa rahasianya?”
“Saya menjual lebih murah dari yang lain, agar cepat habis, karena saya harus segera pulang menanak nasi untuk ayah dan adik saya. Juga pekerjaan rumah tangga yang lain harus saya kerjakan”, jawab Tampe Rurna Sani sambil berjalan cepat.
“Siapa nama adikmu?”
“Mahama Laga Ligo”, jawab Tampe Rurna Sani. “Mengapa bukan adikmu yang memasak?”
“Adikku masih kecil, belum bisa memasak.” Bermacam-macam pertanyaan janda itu kepada Tampe Ruma Sani.
“Sampaikan salamku kepada ayahmu! Aku mau membantu kalian dan tinggal di rumah ayahmu. Aku mau membuat tembe (sarung), sambolo (destar) dan ro sarowa (celana) untuk ayahmu”, kata janda itu dengan manis.
“Baik Bu, akan saya sampaikan kepada ayah.” Singkat cerita janda itu kini telah kawin dengan ayah mereka, dan menjadi ibu tirinya Kini Tampe Ruma Sani lidak lagi memasak. Pekerjaannya hanya menjajakan ikan saja. Sekali-sekali ikut menumbuk padi. Setiap menumbuk padi, ibunya selalu berpesan agar beras yang utuh dipisahkan dengan yang hancur.
Pada mulanya, ibu tirinya sangat baik kepada Tampe Ruma Sani dan adiknya. Namun, lama-kelamaan sikapnya berubah. Tampe Rurna Sani dan Mahama Laga Ligo mendapat perlakuan yang kurang baik, lebih-lebih kalau ayahnya tidak berada di rumah.
Pada suatu hari, ayahnya baru pulang menangkap ikan. Sang ibu tiri segera menyiapkan makanan yang enak-enak untuknya. Sedang untuk anak ttrinya disediakan nasi menir (nasi dari beras yang hancur kecil-kecil). Melihat hal itu, Tampe Ruma Sani memberanikan diri lapor kepada ayahnya, “Ayah dan ibu makan nasi yang bagus dan ikannya yang enak-enak, sedang saya dan adik nasinya kecil-kecil dan tidak ada ikannya”. Mendengar hal itu ayahnya bertanya, “Mengapa makanan anak-anak berbeda dengan makanan kita Bu?”
“Oo tidak Pak, sebenarnya sama saja, lihatlah sisa makanan yang ada di kepala Mahama Laga Ligo,” jawab istrinya.
Sebenarnya nasi yang ada di kepala Mahama Laga Ligo sengaja ditaruh oleh ibu tirinya menjelang ayahnya datang. Hal yang demikian telah dilakukan berkali-kali. Ibunya sangat marah kepada Tampe Ruma Sani yang berani melaporkan kepada ayahnya. Setelah suaminya pergi, sang ibu tiri menghajar Tarnpe Ruma Sani sampai babak belur. Tampe Ruma Sani menangis sejadi-jadinya. Melihat kakaknya dihajar, Mahama Laga Ligo pun ikut menangis.
“Kalau kalian berani melapor kepada ayahmu akan kubunuh kalian!” ancamnya.
Perlakuan kasar telah biasa diterima oleh kedua anak itu. Mereka tidak berani melaporkan kejadian itu kepada ayahnya, karena takut ancaman ibu tirinya
Kini kedua anak itu sudah besar dan menginjak dewasa. Kakak beradik itu bermaksud pergi meninggalkan orang tuanya untuk mencari nafkah sendiri, karena tidak tahan lagi menerima siksaan ibu tirinya. Maksud itu pun disampaikan kepada ayahnya, “Ayah, kami sekarang sudah besar, ingin pergi mencari pengalaman. Oleh karena itu, izinkanlah saya dan Mahama Laga Ligo pergi”.
“Mengapa engkau mau meninggalkan rumah ini? Tetaplah di sini. Rumah ini nanti akan sepi.” kafa ayahnya. Ibu tirinya segera menyahut, “Benar kata Tampe Ruma Sani. Dia kini sudah besar. Bersama adiknya tentu ingin mandiri. Maka sebaiknya ayah mengizinkan mereka pergi.” Ibu tirinya memang sudah tidak senang dengan anak-anak tirinya yang dirasa sangat mengganggu.
Akhirnya, ayahnya pun dengan berat mengizinkan, berkat desakan istrinya yang terus-menerus.
Pagi hari sesudah sholat subuh, kedua anak itu meninggalkan rumahnya. Ibu tirinya memberi bekal nasi dalam bungkusan. Ayahnya mengantarkan sampai ke batas desa.
Alkisah, kedua anak itu berjalan menyusuri hutan dan sungai. Sesekali mereka membicarakan ibu tirinya yang kejam. Sesekali juga membicarakan ayahnya yang kena pengaruh ibu tirinya. Setelah seharian berjalan, Mahama Laga Ligo merasa capai.
“Kak, saya capek dan lapar. Istirahat dulu ya Kak”, katanya dengan nada menghimbau.
“Bolehlah. Kita cari dulu tempat yang teduh, lalu kita makan bekal yang diberikan ibu tadi,” kata kakaknya. Ketika mau duduk dekat adiknya yang mulai membuka bekalnya, tercium bau kotoran.
“Pindah dulu, di sekitar sini ada kotoran, kata Tampe Ruma Sani, sambil mengamati di mana kotoran itu berada. Namun, di sekitar tempat itu bersih. Lalu ia duduk lagi dan meneruskan membuka bekal yang dipegang adiknya. Ketika bekal itu dibuka bau itu tercium lebih keras. Akhinya, tahulah sumber bau itu. Bau itu temyata berasal dari bekal yang dibawanya. Rupanya ibu tirinya sangat jahat, sehingga sampai hati memberi bekal yang dicampuri kotoran manusia. Lalu, bungkusan itu pun dibuang, dengan perasaan marah dan sedih.
Dengan mengikat perutnya kencang-kencang, kedua kakak beradik itu pun melanjutkan perjalanan. Setelah beberapa lama herjalan, dilihatnya sebuah rumah di tengah hutan. Kedua anak itu merasa senang. Segeralah keduanya menaiki tangga dan mengetuk pintu. Namun, setelah beberapa saat tidak terdengar jawaban. Diketuknya sekali lagi, tetap tiada jawaban. Lalu, keduanya mendorong pintu rumah itu sedikit demi sedikit. Ternyata pintu itu tidak dikunci. Dengan perlahan-lahan, ia memeriksa seluruh penjuru rumah, temyata rumah itu tidak ada penghuninya. Di sebuah sudut rumah itu ada tiga buah karung. Setelah diperiksa, ternyata karung itu berisi merica, cengkih, dan pala. Di atas meja tersedia makanan. Di sekitar rumah ditumbuhi rumput yang tinggi, yang tampak tidak pernah dijamah manusia maupun binatang.
“Mari kita duduk di dalam rumah menunggu pemiliknya” kata Tampe Ruma Sani kepada adiknya.
Mereka duduk-duduk. Tak berapa lama, karena kecapaian, mereka tertidur. Pada saat terbangun hari telah pagi. Penghuni rumah itu belum juga muncul. Makanan di atas meja masih tetap utuh. Mereka heran, makanan itu masih hangat. Karena kelaparan, makanan itu pun mereka makan sampai habis.
Tiga hari sudah mereka berada di rumah itu. Setiap mereka bangun pagi, makanan hangat telah tersedia. Mereka semakin terheran-heran, namun tidak mampu berpikir dari mana semuanya itu.
Untuk menjaga kemungkinan makanan tidak tersedia lagi, mereka bermaksud menjual rempah-rempah dalam karung itu. Pada hari keempat, Maharna Laga Ligo berkata kepada kakak perempuannya, “Kak, biarlah saya yang menjual rempah-rempah ini sedikit demi sedikit ke pasar. Sementara saya pergi, kakak di dalam rumah saja. Kalau ada orang datang, jangan sekali-sekali kakak membukakan pintu”.
“Baiklah, pergilah, tetapi jangan lama-lama”, jawab kakaknya. 
Adiknya pergi ke pasar begitu lama,  kakanya sangat khawatir takut terjadi apa-apa dengan adik yang satu-satunya keluarga yang ia punya  dan yang sangat ia sayangi.
sudah dua minggu adiknya belum pulang juga. akhirnya ia  memutuskan untuk pergi menyusul adiknya  ke pasar. dan ternyata ia juga tidak menemukan adiknya di pasar, sankuta sangat sedih. ia bertemu dengan sorang nenek yang sedang membeli chicken. " apakah nenek melihat seorang anak kecil yang menjual jengkeh?" tidak jawab nenek.
Sankuntala sangat merasa sedih dan kecewa, kaerana tidak bisa menemukan adiknya.
Akhirnya si nenek mengajak pulang Sankuntala ke ruamnya, ia merasa sangat kasihan sama gadis yang cantk itu. 
Sekarang sankuntala sudah besar dan sangat lebih  terlihat cantik dan manis melebihi saat dia masih kecil. telah banyak laki-laki yang datang kepadanya untuk mempersuntingnya. tapi sankuntala belum menemukan laki-laki yang pas di hatinya, yang bisa membuat dirinya nyaman disaat apapun. ia juga belum menemukan adiknya yang hilang 10 tahun yang silam, Sankuntala berharap dipertemukan dengan adiknya kapan dan di manapun.
ketika hendak pergi ke kampus ia bertemu dengan seorang  laki-laki yang sangat tampan yang mampu menggetarkan hati Sankuntala. ia tak tahu siapa lelaki itu.
ia menyapa Sankuntala dan memperkenalkan diri. setiap hari bisa di katakan mereka selalu bersama, bercanda, sedih, bahagia telah mereka lalui bersama.
Tak terasa udah 2 tahun mereka bersama. dan ketika detik-detik terakhir Sankuntala dari bangku kuliah. betapa terkejutnya ketika mengetahui orang yang selama ini bersamanya adalah orang yang selama ini ia cari-cari ternyata adalah adik kandungnya sendiri.  
perasaan sedih, kecewa bercampur bahagia  menjadi satu di dalam hati Sankuntala. ia sedih karena hatinya telah jatuh cinta kepada adiknya sendiri dan kecewa karena ia merasakan patah hati. dan ia sangat merasa bahagia karena Raden adalah adik yang selama ini ia cari-cari dan akhirnya ia temuakan, walaupun dengan cara yang akan membuat mereka akan merasakan sakit dan kecewa.
" Rasa ini  akan hilang dengan sendirinya seiring dengan berlalunya waktu" Sankuntala mencoba menghibur hatinya dan adiknya. Rasa  sayang dan cinta  ini akan berubah menjadi  sayang antara kakak dan adik. bukan rasa kasih sayang antara kekasih yang ingin selalu memiliki antara satu dengan yang lain. 
Akhirnya sankuntala menikah dengan pria yang ia tolak dan pria itu selalu setia menunggunya. dan Raden adiknya meneruskan kuliahnya dan telah punya pacar baru, teman kampusnya.
Meraka hidup bahagia, hidup bersama dan selalu berdampingan. 

Kamis, 29 Januari 2015

Jammaad Ramadhon 2013070174 (Menulis Dongeng Yang Di Ingat)

PUTRI DUYUNG

Pada zaman dahulu kala di kerajaan lautan antartika, ada seoarng Putri Duyung yang sangat cantik jelita. Dia bernama Ariel. Ariel adalah Putri Duyung yang baik dan ramah. Pada suatu ketika, di tepi pantai yang sepi dengan kerumunan manusia. Putri Duyung yang cantik sedang asik berenang bersama teman-temannya. Namun tak sengaja Putri Duyung melihat seorang Pangeran yang sedang terbaring di tepi pantai.

“sepertinya dia pinsan,” ujar teman Putri Duyung.

“Ia, akan aku beri nafas buatan,” kata Putri Duyung memegang sendi pergelangan tangan Pangeran.
Lalu sang Putri Duyung memberi nafas buatan kepada sang pangeran hingga Sang Pangeran pun sadar.

“Terimakasih,” ujar Sang Pangeran tampan.

“Sama-sama Pangeran,” jawab Ariel sambil tersipu malu.

“Nama kamu siapa?” tanya Pangeran.

“Ariel,” jawabnya sambil berbalik menuju ke dalam lautan.

“Tu..tu..tunggu... namaku Dion,” lugas Sang Pangeran yang menyesal karena tidak bisa lama untuk berkenalan dan terkejut melihat sirip Putri duyung dan teman-temannya.

Hari terus bergulir, Sang Pangeran terus menanti kedatangan Putri Duyung hingga saat ini tak kunjung nampak. Putri Duyung yang diam-diam memperhatikan pujaan hatinya kini hanya sebatas kagum saja. Karena kerajaan duyung tidak bisa disatukan dengan manusia. Banyak gadis cantik yang menyukai Pangeran, namun Pangeran tetap menaruh hatinya kepada Putri Duyung.

Putri Duyung gelisah tidak karuan, hingga dia pergi kesuatu tempat yang ajaib dan menemukan seorang penyihir duyung.
 
“Ada apa kau datang kemari Putri Duyung yang cantik?” tanya penyihir duyung.

“Aku ingin mempunyai sepasang kaki,” jawab Putri Duyung.

“Jika kau ingin mempunyai sepasang kaki maka kau tidak bisa kembali lagi kedalam lautan Putri Duyung,” kata penyihir duyung.

“Baiklah, demi cintaku terhadap Pangeran,” kata sang putri.

“Kalau begitu keinginanmu, minumlah cairan ini dengan satu syarat. Suara kamu yang merdu akan hilang selamanya,” kata penyihir duyung.

“Apa..ta..taa..tapi baiklah penyihir duyung,” kagetnya Putri Duyung karena suaranya akan hilang kalau meminum cairan yang diberikan oleh penyihir duyung.

Setelah meminum cairan dari sang penyihir duyung. Putri Duyung terdampar di tepi pantai dan di temukan oleh Pangeran Dion di tempat yang sama ketika Pangeran Dion ditemukan oleh Putri Duyung. 

“Kamu siapa?” tanya Sang Pangeran.

“..aa..ee..” jawab Putri Duyung yang kini mempunyai sepasang kaki dan bisu. 

Sang pangeran bingung dengan gadis gagu tersebut. Wajahnya mirip dengan bersirip yang Pangeran tunggu sedari dulu. Pangeran tidak bisa mempercayainya hingga Putri Duyung sedih dan dia kembali menuju ke dalam lautan. Akan tetapi Putri Duyung tidak bisa berenang dikarenakan putri duyung sudah mempunyai sepasang kaki, namun Putri Duyung memeksakan dirinya untuk berenang hingga aurel hampir tenggelam. Pangeran tidak tega melihatnya tidak bisa berenang. Kemudian Pangeran menolong Putri Duyung. Setelah dibawanya ke dasar pantai oleh Sang Pangeran. Pangeran memberikan nafas buatan kepada Putri Duyung yang tak sadarkan diri. Sang Putri Duyung menyadarkan dirinya. Ajaib,  suara Putri duyung kembali seperti semula setelah diberi nafas buatan oleh Pangeran Dion.

“Pangeran Dion aku ini Ariel yang menolongmu saat itu,” kata Putri Duyung sambil menatap Pangeran.

“Benarkah ini kamu Aurel? aku sangat merindukanmu,” terkejutnya Pangeran karena Putri Duyung mempunyai sepasang kaki sambil melontarkan pertanyaan bahwa ini nyata.

“iya, aku juga sangat merindukanmu Pangeran,” jawab Putri Duyung sambil memeluk Pangeran.

Akhirnya Putri Duyung Aurel dan Pangeran Dion menikah dan hidup bersama dengan manusia di kerajaan Pangeran Dion.

Tamat...
“Berkobanlah untuk suatu tujuan (Putri Duyung rela berkorban mengganti siripnya dengan sepasang kaki demi Pangeran agar bisa bersatu).”

Jammaad Ramadhon (2013070174) dan Yayu Lestari (2013070053)

Abdu Rohman - Pesan Moral Malin Kundang New Version

Hormatilah dan sayangilah orangtuamu terutama ibumu. Cintai dan sayangi mereka, seburuk apapun mereka. Selagi kita masih bisa melihat dan menyentuh tubuhnya, jangan sampai ketika telah tiada baru kita menyadari betapa pentingnya mereka bagi hidup kita. Intinya adalah utamakan ibumu lebih dari apapun sebab surga ada dibawah telapak kaki ibu.

Abdu Rohman - Malin Kundang Edit

ABDU ROHMAN 2013070093 MALIN KUNDANG (NEW VERSION) Malin termasuk anak yang cerdas tetapi sedikit nakal. Ia sering mengejar ayam dan memukulnya dengan sapu. Suatu hari ketika Malin sedang mengejar ayam, ia tersandung batu dan lengan kanannya luka terkena batu. Luka tersebut menjadi berbekas dilengannya dan tidak bisa hilang. Karena merasa kasihan dengan ibunya yang banting tulang mencari nafkah untuk membesarkan dirinya. Malin memutuskan untuk pergi merantau agar dapat menjadi kaya raya setelah kembali ke kampung halaman kelak. Awalnya Ibu Malin Kundang kurang setuju, mengingat suaminya juga tidak pernah kembali setelah pergi merantau tetapi Malin tetap bersikeras sehingga akhirnya dia rela melepas Malin pergi merantau dengan menumpang kapal seorang saudagar.Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman. Di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin Kundang beruntung, dia sempat bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu sehingga tidak dibunuh oleh para bajak laut. Malin Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan tenaga yang tersisa, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari pantai. Desa tempat Malin terdampar adalah desa yang sangat subur. Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya. Berita Malin Kundang yang telah menjadi kaya raya dan telah menikah sampai juga kepada ibu Malin Kundang. Ibu Malin Kundang merasa bersyukur dan sangat gembira anaknya telah berhasil. Sejak saat itu, ibu Malin setiap hari pergi ke dermaga, menantikan anaknya yang mungkin pulang ke kampung halamannya. Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin yang melihat kedatangan kapal itu ke dermaga melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang beserta istrinya. Ibu Malin pun menuju ke arah kapal. Setelah cukup dekat, ibunya melihat belas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin Kundang. “Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?”,Sambil memeluk Malin erat, “ benarkah ini ibu ? tanya Malin sambil terkejut. “ iya nak , ini ibumu Malin, lama Ibu menunggu kedatanganmu nak, “ dengan wajah yang sedikit ragu kepada sosok ibu tua renta itu malinpun tak begitu saja percaya, ia pun lalu mengajukan beberapa pertanyaan guna meyakinkannya bahwa ibu itu adalah benar ibunnya. “ baik jika memang benar engkau adalah ibuku apa yang engkau ingat dariku?” tanya malin kepada sang ibu. Kau masih tidak percaya padaku Malin , baik coba kau lihat bekas luka yang ada di tanganmu nak, pasti tanda itu masih ada dilenganmu”. Jelas ibu kepada malin. Dengan rasa haru dan berlinang air mata Malinpun langsung memeluk sang Ibu dan berlutut dihadapannya. “ Bu maafkan malin bu, Malin amat sangat merindukan ibu,, “ alangkah lebih baikknya jika ibu bisa ikut denganku ke desa seberang bu”. Ajak Malin kepada ibunya. Ditengah ajakannya itu, istri Malinpun menolak mentah-mentah usulan suaminya itu. “Apa ? tinggal dengan kita, aku tidak setuju jika ibu tua renta ini tinggal bersama kita , apa kata masyarakat mas, jika kamu memiliki ibu yang seperti ini, sudah miskin, lusuh bau pula. “ ketus istri malin. “ walau bagaimanapun juga ia adalah ibu kandungkku “ jawab Malin kepada isrinya. Ikutlah ibunda Malin dengan anaknya itu ke desa tempat dimana malin menjadi orang yang tersohor dan mashur itu. Meskipun istri Malin tak setuju Ibunda Malin tinggal bersama meraka , tak ubahnya seorang pembantu, ibunda Malin diperlakukan oleh sang istri dan tanpa sepengetahuan Malin, itu dilakukannya bilamana Malin sedang pergi bekerja melihat kapal-kapal miliknya berlabuh bersama para nelayan anak buah Malin. Ya, semenjak menikah dengan istrinya Malin menjadi orang yang kaya raya sebab ia menikahi putri sang raja yang ada di desa tersebut. Sepulangnya ia dari tugasnya, ia melihat luka di lengan sang ibu , terdapat bekas goresan seperti benda tajam, ia merasa khawatir kepada ibunya “Bu lengan ibu kenapa?” tanya Malin kepada ibunya. “ oh ini bukan apa-apa nak, tadi Ibu terpeleset saat mengepel “. Dengan terkejutnya ia lalu memanggil sang istri “ kamu menyuruh ibu mengepel? “ tanya Malin kepada istrinya. “ loh memangnya kenapa , ini kan rumah aku , jadi terserah aku dong mau ngapain aja” jawab istri Malin dengan ketusnya. Keterlaluan kamu , ini kan Ibu kamu juga”. Tegas Malin kepada istrinya. “pokoknya aku tidak akan pernah menganggap Dia sebagai Ibuku titik” jawab istri Malin . dengan rasa kesal dan muak dengan prilaku istrinya yang sudah menghina dan merendah Ibunya Malin pu langsun menalak istrinya itu. “ baiklah jika kamu tidak bisa menerima Ibuku seperti Ibumu juga aku akan menceraikan kau saat ini juga “ tegas Malin . “ kamu mau menceraikan aku ?” tanya istri Malin, “ mau makan apa kamu dengan Ibumu yang tua renta ini, apa kamu tidak ingat siapa yang membuat kamu kaya raya seperti ini, membuat kamu memiliki segalanya” jelas istri Malin. Dengan tegas Malin lebih memilih Ibundanya dibanding harus hidup dengan seorang yang selalu memperlakukan “ mulai detik ini aku ceraikan kamu, ambil semua harta yang telah kau berikan kepadaku, aku lebih baik hidup bersam orang yang aku cintai meskipun miskin, dibanding aku harus menelantarkan Ibuku dan lebih memilih hidup denganmu”. Tegas Malin. Mulai saat itu juga Malin dan ibundanya kembali kampung halamannya yang menyimpan banyak kenangan yang pernah mereka lalui, dan hidup seperti dahulu mereka pernah alami. “bu aku lebih bahagia hidup dengamu meskipun harus bekerja keras , dibanding aku harus hidup dengan orang yang tidak mencintaimu dan menerimamu”. Tegas Malin kepada Ibunya. Merekapun hidup bahagia meskipun sederhana. THE END

Abdu Rohman - Malin Kundang Ori

ABDU ROHMAN 2013070093 MALIN KUNDANG Malin termasuk anak yang cerdas tetapi sedikit nakal. Ia sering mengejar ayam dan memukulnya dengan sapu. Suatu hari ketika Malin sedang mengejar ayam, ia tersandung batu dan lengan kanannya luka terkena batu. Luka tersebut menjadi berbekas dilengannya dan tidak bisa hilang. Karena merasa kasihan dengan ibunya yang banting tulang mencari nafkah untuk membesarkan dirinya. Malin memutuskan untuk pergi merantau agar dapat menjadi kaya raya setelah kembali ke kampung halaman kelak. Awalnya Ibu Malin Kundang kurang setuju, mengingat suaminya juga tidak pernah kembali setelah pergi merantau tetapi Malin tetap bersikeras sehingga akhirnya dia rela melepas Malin pergi merantau dengan menumpang kapal seorang saudagar.Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman. Di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin Kundang beruntung, dia sempat bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu sehingga tidak dibunuh oleh para bajak laut. Malin Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan tenaga yang tersisa, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari pantai. Desa tempat Malin terdampar adalah desa yang sangat subur. Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya. Berita Malin Kundang yang telah menjadi kaya raya dan telah menikah sampai juga kepada ibu Malin Kundang. Ibu Malin Kundang merasa bersyukur dan sangat gembira anaknya telah berhasil. Sejak saat itu, ibu Malin setiap hari pergi ke dermaga, menantikan anaknya yang mungkin pulang ke kampung halamannya. Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin yang melihat kedatangan kapal itu ke dermaga melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang beserta istrinya. Ibu Malin pun menuju ke arah kapal. Setelah cukup dekat, ibunya melihat belas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin Kundang. “Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?”, katanya sambil memeluk Malin Kundang. Tetapi melihat wanita tua yang berpakaian lusuh dan kotor memeluknya Malin Kundang menjadi marah meskipun ia mengetahui bahwa wanita tua itu adalah ibunya, karena dia malu bila hal ini diketahui oleh istrinya dan juga anak buahnya. Mendapat perlakukan seperti itu dari anaknya ibu Malin Kundang sangat marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak, ibu Malin menyumpah anaknya “Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu”. Tidak berapa lama kemudian Malin Kundang kembali pergi berlayar dan di tengah perjalanan datang badai dahsyat menghancurkan kapal Malin Kundang. Setelah itu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya berbentuk menjadi sebuah batu karang. Sampai saat ini Batu Malin Kundang masih dapat dilihat di sebuah pantai bernama pantai Aia Manih, di selatan kota Padang, Sumatera Barat.

Yayu Lestari 2013070053 (pesan moral cerita)


Bawang Merah dan Bawang Putih

Dikisahkan  desa kecil yang amat tentram disana Bawang Putih dilahirkan. Ia hidup sebuah keluarga kecil yang terdiri dari ayah, ibu, dan Bawang Putih. Meskipun sang ayah hanya seorang pedagang, keluarga kecil itu senantiasa hidup rukun, damai, dan bahagia. Tetapi ibunya sakit keras dan ayahnya selalu bepergian untuk mencari rezeki. Bawang Putih hanya menunggu kedatangan ayahnya pulang dan merawat ibunya dengan penuh kasih sayang, sabar, dan ulet. Selain Bawang Putih, ada Bawang Merah dan ibunya ikut merawat ibu Bawang Putih. Pada saat itu tiba-tiba ibu Bawang Merah membawakan jamu yang dicampuri racun untuk diminum oleh ibu Bawang Putih.
“Aku membawakan jamu untukmu. Minumlah! Aku ingin kau menghabiskannya agar nanti kau lekas sembuh.”
“Terimakasih kau kau sudah membawakan jamu ini untukku dan terimakasih pula kamu sudah membantu dan merawatku. Aku merasa direpoti olehmu.”
Ibu Bawang Putih langsung menghabiskan jamunya tanpa ada rasa curiga. Ibu Bawang Merah sangat licik dan kejam karena ia ingin ibu Bawang Putih cepat meninggal dan ia ingin segera menikah dengan ayah Bawang Putih.
Saat malam datang ibu Bawang Putih meninggal karena telah meminum jamu yang telah dicampuri racun tanpa diketahui oleh Bawang Putih.
“Ibu, jangan tinggalkan aku!” Bawang Putih begitu terpuruk atas meninggalnya ibu yang tak diketahui apa penyebabnya. Sejak kehilangan sosok ibu yang begitu sayang kepadanya, Bawang Putih merasa amat kesepian dan kerap menyendiri di kamarnya. Sejak ibunya meninggal ibu Bawang Merah sering berkunjung, menemani Bawang Putih dan sering mengobrol dengan ayahnya. Bahkan ia kerap membantu Bawang Putih membersihkan rumah dan memasak.
Hal itulah yang membuat ayahnya tertarik kepada ibu Bawang Merah untuk menikahinya agar Bawang Putih tidak kesepian dan butuh sosok ibu. Sebagai ayah yang bijak ia tidak mau bertindak sendiri dengan meminta kepada putri satu-satunya.
“ Bawang Putih, putriku. Ayah melihat ibu Bawang Merah adalah ibu yang sosoknya baik. Barangkali akan lebih baik jika ia menjadi anggota keluarga kita. Bagaimana menurutmu, nak?”.
Setelah menikah, Bawang Putih mempunyai ibu dan saudara tiri. Mereka tinggal di rumah Bawang Putih. Pada mulanya mereka sangat baik dan begitu peduli kepada Bawang Putih dan ayahnya, namun berbeda ketika mereka tinggal bersama sifat aslinya kelihatan. Ibu tirinya sangat kejam dan jahat begitu juga dengan anaknya, Bawang Merah. Ketika sang ayah sedang pergi berdagang, mereka kerap memarahi Bawang Putih dan memberinya pekerjaan berat.
“Aku senang bu, akhirnya kita punya rumah yang mewah. Kita punya banyak uang dan aku punya saudara untuk kita suruh-suruh.” Bawang Merah sangat senang dan tertawa kegirangan. Begitu juga dengan ibunya merasa senang dan tertawa terbahak-bahak atas keinginannya terkabul karena bisa menikah dengan ayah Bawang Putih seorang pedagang.
Suatu hari ayah Bawang Putih jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia. Sejak itulah Bawang Merah dan ibu tirinya semakin berkuasa dan sikapnya terhadap Bawang Putih semakin semena-mena.
“Bawang Putih! Bawang Putih! Cepat kesini! Lama sekali jalannya. Ini ada pakaian kotor kenapa tidak kamu cuci? Dasar kamu pemalas.” Bawang Merah dengan jengkelnya kepada Bawang Putih. Lalu Bawang Merah menyuruh Bawang Putih untuk mencuci pakaian di pinggir sungai.
“Cepat kamu cucikan pakaian-pakain kotor ini. Bersihkan semua! Kalau tidak bersih kamu tidak boleh tidur di dalam. Cepat sana!”.
Ketika Bawang Merah dan ibunya pergi ke pasar membeli pakaian-pakaian baru dan perlengkapan lainnya. Ia mendengar ada suara pengumuman.
“Pengumuman-pengumuman! Datangnya kami di sini bermaksud untuk menyampaikan amanat dari tuan Raja. Sampai saat ini penyakitnya masih belum disembuhkan. Ia membutuhkan obat, yaitu dari pohon emas. Kalau saudara menemukan maka akan di angkat sebagai saudara pangeran dan kalau saudari yang mempunyai atau menemukannya akan dijadikan istri dari pangeran.”
Ibu Bawang Merah dan anaknya tidak menghiraukan. Mereka malah asyik berbelanja sampai larut malam. Sebelum larut malam saat Bawang Putih berada di pinggir sungai. Bawang Putih bersedih karena ibu dan saudara tirinya begitu kejam dan tega memperlakukan seperti budak. Sampai air matanya jatuh ke dalam sungai. Tiba-tiba ada seekor ikan mas yang merintih kesakitan karena mulutnya tersangkut oleh kail.
“Aduh, aduh tolong aku!”.
Bawang Putih kaget “Ikan mas kau bisa berbicara?”
“Iya, tolong aku.” Lalu Bawang Putih segera menolong ikan mas yang merintih kesakitan.
Sebagai imbalannya ikan mas akan menolong Bawang Putih sekaligus menjadi sahabatnya. Sampai-sampai cucian yang kotor menjadi bersih karena ikan mas ajaib itu. Bawang Putih pun bergegas pulang karena sudah larut sore. Ia tiba sebelum ibu tirinya pulang. Setelah mereka sampai di rumah. Mereka kelelahan karena telah membawa banyak barang-barang. Dan Bawang Putih yang mengemas barang bawaan mereka ke dalam.
Keesokan harinya seperti biasa Bawang Putih mencuci pakaian kotor di sungai dan ia selalu ditemani oleh ikan mas ajaib. Bawang Putih keasyikan bermain dengan ikan mas sampai-sampai lupa sudah sore. Sementara Bawang Merah dan saudara tirinya kesal karena Bawang Putih belum juga pulang. Mereka pun tak sabar, karena lapar segera Bawang Merah dan ibunya menyusul Bawang Putih.
“Ibu, benarkah ikan mas itu bisa berbicara?”
“Iya, putriku. Kita ambil saja ikannya. Kita masak ikan mas itu untuk santapan makan malam. Kebetulan perut ibu sudah keroncongan.”
Seperti biasa Bawang Putih pergi ke sungai, tapi sebelum pergi ia kaget ternyata ikan mas ajaib dimakan oleh Bawang Merah dan ibunya. Bawang Putih bersedih , lalu ia mengubur beberapa tulang ikan mas ajaib di halaman depan rumah.
Keeskan harinya Bawang Merah melihat ada pohon yang begitu berkilau.
“Ibu, ibu! Cepat keluar. Ada pohon mas di depan rumah kita.”
Tidak pikir panjang, ibu Bawang Merah mengundang pangeran ke rumah. Saat mencabut pohonnya, Bawang Merah tidak bisa. Hanya Bawang Putih yang bisa mencabut pohon emas. Akhirnya Bawang Putih menikah dengan pangeran. Tuan raja pun sembuh. Bawang Putih menjadi permaisuri. Ibu dan Bawang Merah saudara tirinya kini menjadi pembantu di kerajaan pangeran.  

Pesan moral :
            Pesan moral yang kita dapat dari cerita rakyak yang berasal dari Daerah Istimewa Yogyakarta mengkisahkan dua orang gadis bersaudara tiri yang memiliki sifat bertolak belakang. Sifat ini dalam perlakuan ibu tirinya yang bersikap tak adil pada anak tiri dan pilih kasih. Cerita ini menanamkan kisah moral yang sangat kuat yaitu jangan menilai orang dari rupanya, kadang penampilan tidak menunjukan kebaikan dan bersabar dalam melewati masalah. Karena kesabaran tidak ada batasnya dan akan indah pada waktunya.
 
 

Yayu Lestari 2013070053 (versi ubahan)




Keong emas

Raja Kertamarta adalah raja dari kerajaan Daha. Raja mempunyai dua orang putri, namanya Dewi Galuh dan Candra Kirana yang cantik dan baik. Candra Kirana sudah ditunangkan dengan putra mahkota kerajaan Kahuripan yaitu Raden Inu Kertapati yang baik dan bijaksana. Tapi saudara kandung Candra Kirana yaitu Galuh Ajeng sangat iri pada Candra kirana, karena Galuh Ajeng menaruh hati pada Raden Inu kemudian Galuh Ajeng menemui nenek sihir untuk mengutuk Candra Kirana. Dia juga memfitnah sehingga Candra Kirana diusir dari istana. Ketika Candra Kirana berjalan menyusuri pantai, nenek sihir pun muncul dan menyihirnya menjadi keong emas dan membuangnya kelaut. Tapi sihirnya akan hilang bila keong emas berjumpa dengan tunangannya.
Suatu hari seorang nenek sedang mencari ikan dengan jala, dan keong emas terangkut. Keong emas dibawanya pulang dan ditaruh di tempayan. Besoknya nenek itu mencari ikan lagi di laut tetapi tak seekorpun didapat. Tapi ketika ia sampai di gubuknya ia kaget karena sudah tersedia masakan yang enak-enak. Si nenek bertanya-tanya siapa yang mengirim masakan ini.
Begitu pula hari-hari berikutnya si nenek menjalani kejadian serupa, keesokan paginya nenek pura-pura kelaut ia mengintip apa yang terjadi, ternyata keong emas berubah menjadi gadis yang cantik dan langsung memasak, kemudian nenek menegurnya.
“Siapa gerangan kamu putri yang cantik?”
“Aku adalah putri kerajaan Daha yang disihir menjadi keong emas oleh saudaraku karena ia iri kepadaku” kata keong emas, kemudian Candra Kirana berubah kembali menjadi keong emas. Nenek itu tertegun melihatnya.
Sementara Raden Inu Kertapati tak mau diam saja ketika tahu Candra Kirana menghilang. Ia pun mencarinya dengan cara menyamar menjadi sales payung. Nenek sihir pun akhirnya mengetahui Raden Inu Kertapati setelah mendengar kabar ibu-ibu komplek menggosip. Raden Inu Kertapati kaget sampai-sampai ia latah yang selayaknya sebagai Raden. Nenek sihir pun akhirnya berubah menjadi gagak untuk mencalakakan Raden Inu. Ia menganggap burung gagak itu sakti dan menurutinya padahal Raden Inu Kertapati diberikan arah yang salah.
“Aku tahu pasti kamu mencari Candra Kirana. Candra Kirana sekarang berada di Taman Mini.”
“Kau bisa berbicara burung gagak? Baiklah terimakasih karena kau telah memberitahu keberadaan Candra Kirana. Karena kamu telah menolong aku, kini aku akan memberikan payung supaya kamu tidak kehujanan saat terbang.”
Tiba-tiba burung gagak itu kesal kepada Raden Inu dengan sikapnya itu. “Hei!! Kau sudah gila. Kau memberikan payung itu kepadaku. Bagaimana aku memegangnya?” burung gagak sambil mematuk kepala Raden Inu.
Diperjalanan Raden Inu bertemu dengan seorang kakek yang berpenampilan selayaknya perempuan dan berparas maskulin. Kakek itu kelaparan. Ternyata kakek adalah seorang paranormal yang baik dan ia menolong Raden Inu dari burung gagak itu.
“Nak, aku lapar. Kakek ingin makan, karena kakek belum makan selama lima hari.”
“Kakek lapar?”.
Si kakek langsung menjawab dan memotong pertanyaan “ya iyalah gue lapar. Kalau kakek tidak lapar tidak mungkin kakek meminta makan. Kakek ingin makan nak, ajak kakek ke AW nak.” Jawabnya sambil merayu dan mencubit pipi Raden Inu dengan gemas.
“Kakek genit ya, masa pipi aku dicubit sih! Tapi AW itu apa ya kek?“
“Aduh anak zaman sekarang. AW itu Aneka Warteg, nak.”
Raden Inu Kertapati menyentuh kening seperti orang kebingungan. “Maaf kek, perbekalanku selama perjalanan sudah habis. Aku hanya punya sepotong roti, ini makanlah untuk kakek.”  
Tetapi sebelum makan kakek itu memukul dan menyihir burung gagak dengan tongkat saktinya dan burung gagak itu berubah hingga menjadi seperti semula. Ternyata setelah burung gagak itu berubah, kakek terpesona melihat nenek sihir yang dahulu beberapa tahun silam tidak bertemu setelah nenek sihir memutuskan cintanya.
“Kau kah itu?” kakek terkejut dan menghampiri nenek sihir.
“Iya, ini aku!ini aku yang dahulu meninggalkanmu, meninggalkanmu karena aku ingin merantau ke kota Jakarta. Aku mengadu nasib disana. Maafkan aku.”
“Kau kejam. Maaf? Kau regas segenap pucuk tali pengharapanku kau minta maaf? Sudahlah, kamu pergi sana. Aku bukan seperti dulu lagi. Kakek begitu sakit hati dan sulit untuk memaafkan kepada nenek sihir. Tiba-tiba Raden Inu memotong pembicaraan mereka, lalu Raden Inu pergi meninggalkan mereka berdua.
“Sudah! Sudah! Kalian ini tak pantas untuk membicarakan hal seperti ini dihadapanku.” Tanpa berbicara lagi Raden Inu pergi dan melanjutkan mencari Candra Kirana. Akhirnya Raden Inu pergi desa Dadapan.
Setelah berjalan berhari-hari sampailah ia ke rumah nenek yang menolong Candra Kirana. Ia menghampiri jendela yang dilihatnya ternyata ia sangat terkejut, karena dibalik tirai tunangannya sedang menyapu.
“Candra Kirana ini aku tunanganmu, Raden Inu Kertapati. Apa yang kamu lakukan disini? Pulanglah ke istana.”
Akhirnya sihirnya pun hilang karena perjumpaan dengan Raden Inu. Begitu juga dengan Raden Inu memboyong tunangannya ke istana, dan Candra Kirana menceritakan perbuatan Galuh Ajeng pada baginda Kertamarta.
Galuh Ajeng mendapat hukuman yang setimpal. Karena takut, Galuh Ajeng melarikan diri ke Jakarta, yaitu lokasinya di Taman Mini. Kemudian ia bertemu dengan nenek sihir yang sempat menyuruhnya untuk menyihir Candra Kirana. Akhirnya Galuh Ajeng disihir oleh nenek sihir itu, Galuh Ajeng disihir menjadi keong emas yang sangat besar, tepatnya di Taman Mini. Pernikahan Candra Kirana dengan Raden Inu pun berlangsung. Mereka memboyong nenek yang baik hati itu ke istana, begitu juga dengan kakek dan nenek sihir.